“Waktu itu aku ngantuk banget, rambut rontok, pingin pipis terus, haus, dan laper. Badan aku juga turun dari 45 kilogram jadi 36 kilogram. Aku pikir itu gara-gara aku puasa. Kejadian itu pas tahun 2015,” jelas Uki kepada Antara saat berbincang usai acara “Kenali Gejala Dini Kanker Pada Anak” di Jakarta, Rabu.
Waktu itu, sambungnya, ketika memeriksakan diri ke dokter dirinya melakukan tes HbA1C (hemoglobin A1c) untuk mengukur rata-rata kadar gula dalam darah selama tiga bulan. Untuk hasil pemeriksaan HbA1c yang normal adalah kurang dari 6,0 persen.
“Seharusnya HbA1c yang bagus itu di bawah tujuh. Tapi, pas ngambil darah ketahuan hasilku itu 17,” ujar Uki sembari menunduk.
Ia juga sempat syok ketika mengetahui dirinya memiliki kadar gula darah mencapai 750 mg/dl.
“Kata dokter, kalau gula darah sudah setinggi itu bisa mengalami koma diabetik. Bisa jadi aku nggak bangun-bangun. Dan sampai sekarang, aku nggak pernah mengalami itu,” tutur pelajar kelas 1 SMP Al-Azhar Pusat ini.
Untuk mengontrol gula darahnya, Uki, menyuntikkan insulin ke tubuhnya.
“Aku biasanya nyutik insulin itu empat kali. Sebelum sarapan jam 6 pagi, jam 12 siang, jam 4 sore, dan terakhir sebelum jam 9 malam untuk insulin sampai pagi,” sebutnya.
Menurut Uki, cara menyuntik insulin ke tubuhnya sudah dipelajarinya sejak usia 9 tahun, yang dipandu oleh dokter.
“Sempat takut sama jarum ternyata jarumnya kecil. Aku suntik di bagian perut, tepatnya dua jari di sebelah puser, bisa di sebelah kanan atau kiri. Bisa juga di lengan kanan atau kiri. Atau di paha kanan atau kiri,” ucapnya yang menyuntikkan insulin saat jam istirahat sekolah.
Tidak ketinggalan Uki juga membawa perlengkapan pengontrol kadar gulanya yang tersimpan dalam tas kecil.
“Aku selalu bawa insulin NavoRapid, Lantus, alat cek gula darah, jarum tambahan, strep, alkohol swap, gula khusus diabetes, dan permen,” ujarnya pelajar yang bercita-cita menjadi dokter ini.
Uki berkata bahwa dirinya membawa permen dengan alasan untuk berjaga-jaga bila dirinya terkena hipoglikemia.
“Kalau gula darah di bawah kadar normal itu bikin aku lemas. Dan permen ini membantu aku mengatasi hipoglikemia,” ujarnya seraya mengakhiri obrolan.
Baca juga: Waspadai diabetes pada anak
Baca juga: Sulit deteksi tanda dan gejala diabetes gestasional
Baca juga: Hamil di atas 30 tahun tingkatkan risiko diabetes dalam kehamilan
Baca juga: Serangan jantung hingga kaki busuk pada penderita diabetes
Pewarta: Anggarini Paramita
Editor: Monalisa
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Perjuangan penyintas diabetes remaja Fulki Baharuddin Prihandoko"
Post a Comment