Nurul adalah gadis berdarah Indonesia-Malaysia. Ibunya yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah, pindah ke Malaysia sejak batita; sementara ayahnya berasal dari Ipoh, Perak, Malaysia.
Perempuan bernama lengkap Nurul Zuriantie Shamsul ini lahir di Banda Baru, Ampang, Selangor, Malaysia, pada 5 Agustus 1997. Ketika Nurul berumur lima tahun, orangtuanya membawa dia pindah ke Selandia Baru.
Di Negeri Kiwi, pemilik nama panggilan Yanti itu mempelajari bahasa Inggris, salah satunya lewat puisi yang kini punya tempat istimewa di hatinya.
"Hobi saya menulis puisi," kata Nurul, yang karyanya juga sudah diterbitkan di New Zealand Poetry ketika ia berusia 17 tahun.
Puisi berjudul "The Liberation of Wine" berisi keinginannya sebagai muslimah untuk mendobrak stereotipe masyarakat Barat dan memberikan sudut pandang berbeda mengenai Islam. Dalam hal ini, kerudung baginya tidak mengekang, melainkan membebaskan.
Kalimat dalam puisi itu akhirnya menjadi nama blog Nurul, The Girl In The Wine Red Scarf.
Nurul, yang juga aktivis hak asasi manusia, kini mengambil jurusan psikologi dengan minor kebijakan sosial di Universitas Waikato, Selandia Baru. Pencinta soto ayam itu bercita-cita mengambil gelar master di bidang community psychology demi membantu memberdayakan masyarakat sekitar.
Cantik itu relatif
Ada banyak faktor yang membuat seseorang disebut cantik. Menurut Nurul, kecantikan ada pada rasa percaya diri serta penghargaan dan kecintaan pada diri sendiri.
Meski menganggap kecantikan luar bukan satu-satunya hal penting, bukan berarti ia abai dalam menjaga kesehatan kulit.
Bahan-bahan alami jadi andalannya. Kadang ia membuat sendiri masker dari bahan yang bisa didapat di dapur, seperti tomat dan madu. Ia percaya kesehatan kulit juga bersumber dari asupan makanan bergizi. Tapi diet tidak ada dalam kamusnya.
"Saya makan apa pun yang saya mau, mungkin saya tidak fokus ingin mengurangi berat badan, hanya fokus bahwa saya ingin bugar," kata Nurul yang selalu berusaha rutin berolahraga di gym atau berjalan-jalan menikmati alam Selandia Baru.
"Tapi saya bukan perempuan sporty, saya tidak suka lari, mungkin sudah lima tahun tidak lari," kata dia. "Bukan karena sibuk, tapi memang tidak suka," lanjut Nurul, lalu tertawa.
Penyuka musik rap dan hip-hop itu juga bukan penggemar berat rias wajah. Gadis yang baru belajar merias diri ketika menjadi mahasiswi itu lebih suka riasan tipis.
Isi Lemari
"Less is more." Itu prinsip Nurul dalam mengisi lemari. Kalau merasa isi lemarinya sudah terlalu banyak, dia akan mengeluarkan sebagian untuk disumbangkan.
Minimalis, kasual dan klasik menjadi kata kunci gaya busana penggemar buku "The Essential Rumi" itu.
"Tapi kadang-kadang apa yang saya pakai adalah baju pertama yang saya lihat ketika membuka lemari," kata Nurul, kemudian terkekeh.
Biasanya kontes kecantikan diikuti oleh mereka yang sudah tak asing dengan dunia modeling. Tapi Nurul mengaku tidak pernah sekalipun belajar modeling.
Sepatu hak tinggi juga merupakan barang baru bagi penggemar film "Jumanji" dan "Mean Girl" itu.
Sebelum mengikuti Stiletto Camp dari Miss Universe Selandia Baru, Nurul sama sekali tidak bisa mengenakan sepatu hak tinggi. Semenit saja terasa menyiksa baginya.
Tapi setelah belajar berjalan menggunakannya di kamp tersebut, sepatu berhak tinggi bukan lagi hal mengerikan baginya.
Sebelum wawancara dengan ANTARA News pertengahan Juli lalu, Nurul menjalani pengambilan gambar di salah satu stasiun televisi di Jakarta. Selama enam jam dia beraktivitas mengenakan sepatu hak tinggi tanpa mengeluh.
"Rasanya baik-baik saja, terasa normal," imbuh dia disertai tersenyum lebar.
Oleh Nanien Yuniar
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lebih dekat dengan Nurul Shamsul, finalis Miss Universe Selandia Baru keturunan Indonesia"
Post a Comment